Sabtu, 11 Januari 2014

Membaca Engine Performance Curve




Apa itu Engine Performance Curve?
Engine performance curve adalah grafik yang menunjukkan kurva daya guna engine.
Kurva apa saja yang terdapat pada engine performance curve?
Engine Performance curve terdiri dari beberapa parameter, yaitu: Torsi engine (brake torque),  Horsepower engine (brake horse power), Fuel Consumption Ratio (rasio konsumsi bahan bakar), dan Engine Speed (kecepatan putar engine (rpm)).

Bagaimana cara membaca engine performance curva?
Pembacaan kurva daya guna engine
Gambar kurva di dibawah ini adalah salah satu contoh dari kurva daya guna engine(engine performance curve) yang dihasilkan dari pengetesan dengan menggunakan dynamometer pada pembebanan 100%. Kurva daya guna engine ini biasanya ditampilkan pada buku manual tiap-tiap tipe engine sebagai informasi bagi penggunanya.



Berikut penjelasan cara pembacaan kurva daya guna engine tersebut.
Pada kurva tersebut terdapat beberapa sumbu, yaitu:

  • Sumbu horisontal (mendatar): menunjukkan kecepatan putar engine (rpm).
  • Sumbu vertikal (kiri): menunjukkan brake horsepower (PS).
  • Sumbu vertikal (kanan atas): menunjukkan brake torque (kg.m).
  • Sumbu vertikal (kanan bawah): menunjukkan rasio konsumsi bahan bakar (g/PS.hr)

Misalnya kita akan mencari berapa besarnya brake torque pada kecepatan putar engine 1800 rpm. Untuk mendapatkannya, dimulai dengan melihat skala pada sumbu horisontal, kemudian cari skala 1800 rpm. Setelah itu tarik garis ke atas hingga menyentuh kurva brake torque. Pada titik persinggungan tarik garis mendatar ke kiri sampai menyentuh garis sumbu vertikal dan akhirnya diketahui besarnya brake torque pada kecepatan putar 1800 rpm adalah 71 kg.m.

Dengan cara yang sama, Anda dapat mengetahui pula besarnya rasio konsumsi bahan bakar dan horsepower engine tersebut yaitu sebesar 187 g/PS-hr dan 179 PS.

Mari kita lihat lebih dalam lagi mengenali kurva daya guna engine di atas. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing kurva yang ditampilkan pada kurva daya guna engine.
Kurva torsi engine (brake torque curve)
Pada saat awal, torsi engine akan meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan putaran engine sampai mencapai titik maksimum (80 kg.m) pada 1.100 rpm. Jadi ketika kecepatan putar engine mencapai 1.100 rpm, maka dicapailah torsi engine maksimum 80 kg.m. sehingga pada spesifikasi engine akan tertulis: Maksimum torsi engine adalah 80 kg.m (pada 1.100 rpm).

Kurva torsi engine akan mengalami penurunan tajam pada saat kecepatan putar engine mencapai 1.600 rpm. Hal ini disebabkan oleh sudah berfungsinya governor yang secara otomatis mengurangi jumlah bahan bakar yang diijeksikan ke ruang bakar untuk meningkatkan putaran engine.


Pada gambar kurva diatas menunjukkan bahwa, Anda tidak perlu selalu menggunakan nilai torsi yang terdapat pada kurva torsi. Jika Anda ingin mengendarai kendaraan dengan torsi sebesar 60 kg.m pada kecepatan putar engine sebesar 1.500 rpm, maka yang perlu dilakukan adalah Anda cukup mengurangi jumlah suplai bahan bakar yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar engine dan menurunkan kurva torsi-nya. Pengurangan bahan bakar tersebut dilakukan dengan cara mengatur posisi decelerator pedal atau fuel control lever.
Kurva brake horsepower
Jika dilihat pada kurva daya guna engine di atas, maka akan terlihat bahwa brake horsepower engine akan meningkat secara drastis seiring dengan meningkatnya kecepatan putar engine. Pada saat kecepatan putar engine mencapai 1.600 rpm governor berfungsi dan peningkatan brake horsepower-nya akan mengalami perlambatan, tidak sedrastis sebelumnya. Pada saat kecepatan putar engine mencapai 1.850 rpm, akan dicapai brake horsepower maksimum pada engine, yaitu sebesar 180 PS, dan kemudian akan mengalami penuruanan tajam. Brake horsepower maksimum tersebut dinamakan rated horsepower dan kecepatannya disebut dengan rated speed. Sehingga pada spesifikasi engine akan tertulis:
Rated horsepower : 180 PS
Rated speed: 1.850 rpm
Fuel consumption ratio
Pada kurva ini terdapat penurunan yang paling rendah pada angka 185 g/PS-h, kemudian mengalami kenaikan. Pada saat governor mulai berfungsi pada kecepatan putar engine tinggi, kurva konsumsi bahan bakar akan mengalami penurunan lagi dan kemudian akan naik tajam sampai akhir.



Rasio konsumsi bahan bakar yang dicantumkan pada spesifikasi engine merupakan konsumsi bahan bakar terendah engine tersebut, yaitu sebesar 185 g/PS-h.

Pada kurva di atas dikatakan bahwa ratio konsumsi bahan bakar untuk engine tersebut adalah 185 gram per PS per jam-nya, namun pada kenyataannya jika kita membicarakan konsumsi bahan bakar lebih mengacu pada satuan liter dari pada gram. Masalah ini dapat di atasi dengan perhitungan berikut ini asal berat jenis dan rasio konsumsi bahan bakar dalam satuan g/PS-hr sudah diketahui dengan pasti.

Formula di atas diaplikasikan pada alat yang bekerja dengan beban 100% (teoritis), pada kenyataannya alat akan digunakan dibawah beban 100% karena adanya load faktor (faktor beban), Load faktor sangat dipengaruhi oleh beberapa kondisi, diantaranya:

Medan operasi dari alat. Alat yang beroperasi dilokasi mendatar akan lebih irit dibandingkan dengan alat yang beroperasi dilokasi yang naik-turun.
Beban muatan dari alat. Alat yang diberi muatan beban lebih banyak (lebih berat) akan lebih boros fuel dibandingkan dengan alat yang diberi muatan sedikit (lebih ringan).
Perilaku operator/ driver.
Kondisi dari engine itu sendiri dll

Jumat, 10 Januari 2014

Sistem Pengapian CDI-DC



Bagi seorang pemula banyak yang belum mengerti benar dengan sistem pengapian Jenis ini termaksud saya....Baik AC maupun DC....cuma kali ini kita akan membahas pengapian dengan sistem CDI-DC....next kita bahas yang AC....ok lanjut.....
Sistem pengapian CDI ini menggunakan arus yang bersumber dari baterai. Prinsip dasar CDI-DC adalah seperti Skema di bawah ini :





Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa baterai memberikan suplai tegangan 12V ke sebuah inverter (bagian dari unit CDI). Kemudian inverter akan menaikkan tegangan menjadi sekitar 350V. Tegangan 350V ini selanjutnya akan mengisi kondensor/kapasitor. Ketika dibutuhkan percikan  bunga api busi, pick-up coil akan memberikan sinyal elektronik ke switch (saklar) S untuk menutup. Ketika saklar telah menutup, kondensor akan mengosongkan (discharge) muatannya dengan cepat melalui kumparan primaer koil pengapian, sehingga terjadilah induksi pada kedua kumparan koil pengapian tersebut.
Jalur kelistrikan pada sistem pengapian CDI dengan sumber arus DC ini adalah arus pertama kali dihasilkan oleh kumparan pengisian akibat putaran magnet yang selanjutnya disearahkan dengan menggunakan kiprok (Rectifier) kemudian dihubungkan ke baterai untuk melakukan proses pengisian (Charging System). Dari baterai arus ini dihubungkan ke kunci kontak, CDI unit, koil pengapian dan ke busi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :



Cara kerja sistem pengapian CDI dengan arus DC yaitu pada saat kunci kontak di ON-kan, arus akan mengalir dari baterai menuju sakelar. Bila sakelar ON maka arus akan mengalir ke kumparan penguat arus dalam CDI yang meningkatkan tegangan dari baterai (12 Volt DC menjadi 220 Volt AC). Selanjutnya, arus disearahkan melalui dioda dan kemudian dialirkan ke kondensor untuk disimpan sementara. Akibat putaran mesin, koil pulsa menghasilkan arus yang kemudian  mengaktifkan SCR, sehingga memicu kondensor/kapasitor untuk mengalirkan arus ke kumparan primer koil pengapian. Pada saat terjadi pemutusan arus yang mengalir pada kumparan primer koil pengapian, maka timbul tegangan duksi pada kedua kumparan yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder dan menghasilkan loncatan bunga api pada busi untuk melakukan pembakaran campuran bahan bakar dan udara....Sistem pengapian DC paling Familyar di kalangan dragster baik liaran maupun resmi...karna arusnya yang stabil tidak mengikuti putaran RPM mesin.....

Sitem Pengapian CDI - AC


AC singkatan dari Alternating Current, pengertian ini diambil dari istilah yang digunakan oleh Perusahaan listrik untuk menamai sistem tegangan yang digunakan. Tegangan AC pada jala-jala PLN biasanya merupakan tegangan bolak balik dengan bentuk sinusodal dengan frekuensi 50 Hz. Jadi dalam satu detik pada jala-jala PLN terjadi sebanyak 50 gelombang. Gambar 1 menunjukan bentuk gelombang sinus bolak-balik


gambar 1 bentuk gelombang tegangan AC
Pada magnet sepeda motor terdapat kumparan/lilitan kumparan yang berfungsi sebagai pembangkit tegnagan tinggi. Dalam prakteknya terdapat dua jenis sistem pembangkit tegangan pada sepeda motor ketika diaplikasikan untuk CDI:
1. Model 2 Spul tegangan. terdiri dari 2 konfigurasi spul satu untuk mensuplai capacitor tegan tinggi pada CDI satu lagi untuk sistem splai tegangan pengendali/controller pada CDI. Sistem ini dianut oleh pabrikan yamaha pada model : Yamaha Alfa, Yamaha F1, Yamaha Vega AC dan yamaha Scorpio
2. Model 1 Spul tegangan. Hanya terdiri dari satu spul tegangan tinggi yang sebenarnya digunakan untuk suplay pada capacitor. Sistem tegangan untuk contoller berasal dari konversi tegangan tinggi. Sistem CDI AC seperti ini memiliki kelebihan dalam kesederhanaan desain tapi mempunyai kelemahan sulitnya mendesain sistem untuk suplai tegangan controller. Sistem ini dianut lama oleh pabrikan honda pada model sepda supra series atau mesin C100, yamaha RXking, Suzuki RC100 dan  pada bajaj pulsar twin spark.
Gambar 2 adalah blok digram CDI AC pada sistem 2 spul.
Gambar 2 Diagram blok Sitem CDI AC 2 Spul
Sensor berasal dari pick-up coil yang mengubah posisi tonjolan pada magnet menjadi sinyal pulsa yang diumpankan pada untai pengkondisi isyatar atau SCU. pada SCU terjadi transformasi sinyal dari sinyal bentuk analog menjadi sinyal bentuk pulsa kotak yang digunkan sebagai referensi untuk controller dalam menentukan titik pengapian. Controller melakukan komputasi aritmatika untuk menentukan titik pengapian presisi untuk trigger untai SCR yang bertindak sebagai saklar solid state untuk capacitor tegangan tinggi. muatan capacitor tegangan tinggi dilepasakan ke coil melalui untai SCR. Coil mrlipatgandakan teganganuntuk menghasilkan percikan pada busi.
Kelebihan sistem CDI AC adalah kemudahan untuk diaplikasikan menjadi 2 sprak, bila pada sepeda motor menggunkan 2 busi sperti yg diaplikasikan oleh bajaj pulsar

Memahami Kompresi, Rasio Kompresi dan Tekanan Kompresi




Dalam dunia otomotif kita mengenal istilah kompresi, rasio kompresi dan tekanan kompresi. Sering kita membicarakannya, namun kadang-kadang kita kurang mengerti dan sulit untuk membedakan apa makna kata-kata tersebut....Kompresi atau menekan, biasa disebut untuk menunjukkan proses langkah kompresi yang ada dalam salah satu siklus 4 langkah. Dimana siklus 4 langkah terdiri dari :
1. Langkah hisap (suction stroke)
2. Langkah kompresi (compression stroke)
3. Langkah usaha (power stroke)
4. Langkah buang (exhaust stroke)
Nah langkah kompresi ada di urutan kedua dalam siklus 4 langkah .

Langkah kompresi adalah proses penekanan piston terhadap campuran bahan bakar-udara agar terjadi pemadatan volume serta agar campuran bahan bakar - udara dapat bercampur secara homogen sehingga ketika busi memercikkan bunga api akan di dapat kualitas pembakaran yang bagus sehingga di dapat ledakan yang besar.
Langkah kompresi ini posisi piston bergerak dari titik mati bawah menuju ke titik mati atas, proses ini juga menyebabkan volume mengecil dan tekanan ruang bakar menjadi naik.
Dan beberapa derajad sebelum piston mencapai titik mati atas, busi memercikkan bunga api untuk menyalakan bahan bakar - udara, hal ini menyebabkan tekanan ruang bakar menjadi naik hingga 10x lipatnya (tergantung faktor kualitas bbm dan rasio kompresi).

Tekanan kompresi adalah tekanan efektif rata-rata yang terjadi di ruang bakar tepat di atas piston. Tekanan kompresi ini juga dibagi dengan 2 definisi,
1. Tekanan kompresi motorik
2. Tekanan kompresi pembakaran.

Tekanan kompresi motorik ini adalah tekanan yang sering di ukur oleh mekanik dengan alat compression gauge dengan satuan kPa, psi atau bar. tekanan motorik akhirnya lebih dikenal dengan tekanan kompresi. Tekanan ini membaca tekanan kompresi di ruang bakar tanpa adanya penyalaan busi, caranya dengan memasang compression gauge pada lubang busi kemudian handle gas kita tarik penuh (full open throttle) kemudian kita engkol dengan kick starter hingga jarum bergerak naik dan berhenti pada angka tertentu. Nah angka tadi adalah tekanan kompresi motorik.




Tekanan kompresi motorik ini kisaran 900 kPa hingga 1400kPa untuk motor standar, atau 9 - 13 psi.
DanYang kedua adalah tekanan ruang bakar. Tekanan ini dihitung saat mesin menyala atau terjadi proses pembakaran. Pengukuran ini tidak menggunakan alat compression gauge juga, namun memakai sensor pressure yang ditanam di silinder head. Tekanan kompresi pembakaran ini bisa mencapai 10x lipat dari tekanan motorik. Tekanan ini akhir nya di gambarkan dalam sebuah diagram grafik P - teta (pressure vs derajad poros engkol).

Nah, kata-kata yang terakhir adalah rasio kompresi atau perbandingan kompresi. Ini adalah suatu angka yang menyatakan perbandingan volume antara volume total silinder dengan volume ruang bakar nya. Volume total adalah penjumlahan dari volume silinder dan volume ruang bakar. Volume silinder sering kita sebut dengan simbol V2 (contoh 100cc, 160cc, 200cc) sedangkan volume ruang bakar kita beri simbol V1. Sehingga perbandingan kompresi memakai rumusan, Cr= (V1+V2) / (V1). Untuk motor satu silinder standar yang dijual dipasaran, rasio kompresi berkisar 8,8:1 sampai 9,2:1 . Semakin tinggi rasio kompresi, semakin sempit V1 atau pula semakin besar V2, semakin tinggi pula tenaga yang dihasilkan, logikanya, semakin kecil volume ruang bakar berarti pemadatan bahan bakar - udara semakin padat, sehingga ledakan pembakaran semakin besar, semakin besar pula tenaganya.
Motor-motor balap atau high performance engine memiliki rasio kompresi 11:1 hingga 16:1 .
Dari ketiga kata kompresi diatas, memang tidak ada hubungan yang langsung, namun dapat di simpulkan bahwa

1. Tekanan kompresi baik motorik dan pembakaran dihitung pada saat langkah kompresi.
2. Tekanan kompresi tinggi tidak selalu identik atau sama dengan rasio kompresi tinggi.
3. Rasio kompresi tinggi terkadang menyebabkan tekanan kompresi juga tinggi (tergantung rasio kompresi aktual).

Mencari Batas aman RPM mesin Bore up dan Struk up




Berbicara motor korekan,drag atau liaran... jangan di tanya lagi soal putaran mesinya....kalo bisa sih setinggi-tingginya jika mesin mampu berteriak....apalagi anak liaran yang penting gaspoll dulu ga perduli motor sanggup atau tidak ujung-ujungnya jajan lagi-jajan lagi....hehehe kebanyakan si seperti itu...nah pola pikir seperti itu kalo bisa di hilangkan...sekarang jamanya informasi by data....jadi jika kita telah mengalami kesalahan ...kita cari dong solusinya jangan terus-terusan mengulangi kesalahan ok....kalo motor standar dari pabrikan sih udah di tentuin limiter rpm, bore dan strokenya ....jadi sudah pasti aman kalo di geber trus-trusan mesinnya.....


Nah sekarang bagaimana kalo mesin motornya sudah di modif abis-abisan...dari bore up struk up sampai mengganti cdi dengan yang limitnya lebih tinggi bahkan sampai non limit....???? bagaimana cara kita mengetahuinya kalo mesin yang udah kita korek tersebut masih dalam tahap aman.....??? bukan bermaskud untuk menggurui nih sob....saya hanya menyapaikan cara yang sudah ada namun dengan penyampain yang berbeda...masih menganut rumus lama untuk mencari batas aman rpm mesin terhadap mesin korekan kawan-kawan semua.... apa lagi yang spek mesinya uda bebasan...yang sehernya segede-gede gaban dan strukan setinggi tiang listrik ups.....


Mungkin sebagian dari  kawan-kawan sudah tau atau ada juga yang tidak.....bahwa piston memiliki kecepatan Ideal atau Piston Speed (PS)  pada angka 21 meter/ detik atau = (21m/s) pada mesin Standar ...artinya jika kecepatan piston bergerak di atas angka 21m/s dapat di pastikan piston akan rawan jebol ...harap di ingat ini piston Speed " IDEAL " artinya masi bisa kurang atau lebih simak tabel piston speed berikut.
Sumber  http://hpwizard.com

Dan cara untuk menghitung Kecepatan Piston Kendaraan di dapat dengan Menggunakan Rumus:
( 2 x Stroke (dalam satuan meter)  x Rpm)/60

Keterangan :
- Angka 2 merupakan gerak naik turun piston saat mesin berputar 1 x putaran penuh.
- Stroke / langkah piston  (satuan ukuran langkahnya di rubah dari milimeter ke cm)
- RPM mesin yang ingin di tentukan batas amanya.
- 60 adalah  RPM (Rotari per Menit) di rubah menjadi Detik (second) 1 menit = 60 detik

Karna  pada ulasan ini mencari batas aman untuk itu saya menggunakan angka 21 m/s sebagai limit ideal piston speednya karna kebanyakan motor-motor yang kita oprek dan komponen partnya memiliki basic mesin standar ...tentunya biar tidak menyesatkan para pembaca dan terjadi mal praktek pada mesin anda hehe....Namun jika teman-teman tetap mau berpatok pada tabel di atas pun monggo/silahkan tapi pajak di tanggung pemenang....hehe

Coba hitung bareng-bareng kawan
1. Contoh mesin bore up yang paling umum....Mio 58 nan standar


 Diketahui :
- Stroke standar mio : 57 mm
- Piston bore up : 58 mm (diameter piston tidak masuk dalam hitungan rumus hanya berlaku sebagai keterangan tambahan)
- Batas Rpm yang ingin di tentukan contoh :12000 rpm
Jawab : 
( 2 x Stroke (dalam satuan meter)  x Rpm)/60
2 x 0,057 x 12000 / 60 = 22,8 m/s .....Nah kelewatan angka ideal piston speednya yang seharusnya 21 m/s
Cara mengatasinya bisa menurunkan limit RPMnya jika menggunakan CDI racing programmable ...kalo CDI standar tergantung Limitnya yang di patok oleh pabrikan...namun jika di patok di bawah 11.000 rpm di rasa masih aman khususnya Spek 58 nan Standar karna angka yang di dapat adalah :
2 x 0,057 x 11000 / 60 = 20,9 m/s

2. Contoh motor yang aplikasi mesin Bore up dan Stroke up biar aman yu kita cari Piston Speed Idealnya Contoh motor Satria FU Spek Slembaran atau bebasan


Diketahui :
- Stroke up fu : 55 mm
- Piston bore up : 70 mm (diameter piston tidak masuk dalam hitungan rumus hanya berlaku sebagai keterangan tambahan)
- Batas Rpm yang ingin di tentukan contoh :12000 rpm
 Jawab :
( 2 x Stroke (dalam satuan meter)  x Rpm)/60
2 x 0,055 x 12000 / 60 = 22 m/s .....Nah kelewatan angka ideal piston speednya yang seharusnya 21 m/s Cara mengatasinya bisa limit RPM nya diturunkan jika menggunakan CDI racing programmable atau bisa juga dengan menurunkan panjang strokenya...Contoh  Stroke nya di pendekin menjadi 54 mm maka : 2 x 0,054 x 12000 / 60 = 21,6 m/s

 Biar ga pusing ngitunganya IBLJ nyediain juga Link Piston Speed kalkulator tinggal masukin angkan-angkanya lihat hasilnya akan muncul pada tanda lingkaran merah gambar di bawah
KLIK GAMBAR
 
Kawan-kawan juga bisa menggunakan rumus di atas untuk spek motor lainya dengan data-data angka yang telah di ketahui terlebih dahulu .....Semoga saja Kawan-kawan dapat lebih teliti dalam menganalisa korekan mesinnya masing-masing dalam setiap langkah-langkahnya...Tanpa bermaksud untuk menggurui kurang lebihnya mohon maaf

NB : ada beberapa data dan gambar yang di ralat dari perhitungan sebelumnya terima kasih

Mencari Top speed motor secara matematis



  Biasanya motor-motor kenceng yang turun di liaran maupun di resmi jarang menggunakan speedo meter...entah karna ribet atau kurang simple di lihatnya yang pasti sangat jarang di gunakan.....tentunya hal itu mengundang rasa penasaran orang-orang yang ingin mengetahui seberapa kencang motor tersebut pada top speednya betulkan.....dan juga sulitnya lahan trek lurus yang panjang teutama di kota-kota besar ibu kota dan juga padatnya lalulintas tidak bisa membuat kita mendapatkan top speed yang di inginkan...
Ups jangan pesimis dulu kawan....ternyata secara kalkulasi matematis top speed  sebuah kendaraan dengan melalui beberapa tahap rumus yang di gunakan....
  Biasanya kalo mulai masalah hitung-hitungan paling males nih bacanya...hehehe.....tenang sob pelajaran hitungan kita kali ini sangat berkaitan erat dengan hoby yang kita jalani pada dunia otomotif saat ini karna bisa secara langsung kita aplikasikan... berbeda dengan belajar hitung-hitungan waktu SD dan smp...yang kita sendiri belum tau juntrungannya perhitungan tersebut nantinya akan kita gunakan untuk apa bagaimana dan seperti apa ...? yah kebanyakan mikir keburu lupa om...hehehe .....so jika kita bisa menggunakan perhitungan ini pada kondisi hobi kita sekarang.... tentunya selain secara tehnik riset mengalami kemajuan dan secara wawasan kita sendiri pun jadi lebih mantappp. ok lets go kita langsung aja ke topik bahasan....


Seperti kita ketahui transfer energi pengerak pada sebuah mesin/kendaraan di mulai dari pergerakan sebuah => Piston =>setang piston => big end = >  kruk as  => gigi primer => gigi sekunder => kopling => Main Axle =>pinion gear– wheel gear => Drive Axle => gear depan  => .rantai => Gear belakang =>roda belakang...simak contoh gambar di atas.
Untuk itu rumus reduksi dan kecepatan di gunakan untuk mencari perhitungan top speed secara matematis...simak dan perlahan-lahan aja sob biar ga pusing...hehehe

Rumus mencari perbandingan Reduksi total tiap gigi : 

Rumus reduksi ( i )
 
Rumus menghitung kecepatan 
Setelah kita mendapatkan rumusanya lalu kemudian kita coba aplikasikan pada sebuah motor umum atau standar saja  sebagai contoh awal yang datanya telah di dapatkan secara lengkap agar kita bisa mengkoreksi secara bersama-sama jika terdapat data yang salah :

Diketahui Spesifikasi roda gigi Yamaha Vixion lama : 
- Gigi Primer = 73/24
- Gigi Skunder = 42/14
- Ratio : 1st  = 34/12
              2nd = 30/16
              3rd = 30/21
              4th = 24/21
              5th = 22/23
- Diameter efektif roda = 60 cm = 0.6 m
- Putaran Maximum mesin = 10.000 rpm

Ditanyakan :
Berapa kecepatan motor pada masing-masing giginya ?

Jawab :
yang di cari terlebih dahulu adalah ( i ) = ratio reduksi total tiap gigi ...setelah di temukan kemudian di lanjutkan mencari kecepatanya...begitu dan seterusnya langkah-langkash selanjutnya pada masing-masing perhitungan gigi-giginya....simak baik-baik kawan

Gigi 1 :

Maka kecepatan maksimal gigi 1 adalah = 43,72 km/jam

Gigi 2 :

 Kecepatan maksimal gigi 2 adalah = 66,07 km/jam

Gigi 3 :
Kecepatan maksimal gigi 3 adalah =  86,72 km/jam

Gigi 4 :
Kecepatan maksimal di gigi 4 adalah = 108,4 km/jam

Gigi 5 :
Kecepatan maksimal di gigi 5 adalah = 129,51 km/jam

Cukup logis bukan hanya dari sebuah data saja kita sudah dapat menyimpulkan sebuah perkiraan yang bisa saja menjadi bahan comparasi pada kondisi real di speedo meter....tentunya hasil perhitungan di atas tidaklah dapat di hitung bersih bahwa perhitungan tersebut adalah benar 100 %....karena masih banyak faktor x di lapangan yang membuat sebuah perhitungan tersebut akan meleset beberpa point di antaranya aerodinamis hempasan udara, kondisi jalan bobot kendaraan dan pengendara dll...nah dari contoh perhitungan menggunakan data motor standar ini...kawan-kawan juga bisa aplikasikan perhitungan ini pada motor-motor korekanya yang telah mengalami modifkasi part terutama penggantian CDI komponen roda giginya seperti ratio,dan primer skunder hingga pada lingkar roda belakang.....

Tanpa bermaksud untuk menggurui kurang lebihnya mohon maaf

Kode bering Mesin dan Roda semua jenis motor


Sebagai bahan data untuk mempermudah modifikasi mesin saya akan mengulas hal yang cukup penting untuk di dapatkan...yaitu kode - kode bering yang sering di gunakan pada motor baik pada bagian dalam mesin seperti bering kruk as dan bagian luar seperti bearing roda...bukan hanya itu saya pun akan menjelaskan sedikit arti dari kode-kode yang terdapat pada bearing tersebut sesuai dengan ISO(International Standard Organisation).

Contoh SKF tertera kode 6301 RSI/C3 MT47. 

6 = Type Ball Bearing
3 = Menunjukan Dimensi (Diameter,Tebal,Tinggi)
01 = Ukuran Lingkar dalam Bearing (00 memiliki Nilai Linkar dalam 10 mm,01 (12mm), 02 (15mm), 03 (17mm), 04 (20mm), 05 (25mm)
RS = Rubber seal (penutup karet)
C3 = (kerenggan antara bola bering dan Bantalan bering)
Satuan kerenggangan atau Clearance adalah mikron. 1 mikron sama dengan 1/1000 mm.
MT = Medium Temperatur



Bagian-bagian Komponen pada Bering
Berikut adalah kode beringnya :
KODE BEARING MESIN
Kruk as
SUPRA / SUPRA-X / NOVA / SONIC / PRIMA / GRAND / LEGENDA 6304 - 6304
C70 / C700 / C800 / A800 / ASTEA WIN 6304 - 6304
-         Kaze 6205/6204
-          KSR 6205/6204
-          Zupiter  Z 6304/6205
-          Y125 Z 6205/6205
-          F1ZR 6205/6205
-          RXZ 6304/6205
RX King 6304/6205
-         Suzuki RG 6205/6205
-         Satria Ru 6205/6205
Mio,Nuvo 6305 & 63/22Satria Fu 6007 & 63/28IBFXR 150 6007 & 63/28IBTIGER 6304 - 6304
GL MAX-P / GL MAX-C / GL MAX NEO / GL PRO-P / GL PRO-C / GL PRO-NEO / 6304 - 6304
CB 100 / CB125 6304 - 6304
C902 / BENLY 6205 - 6205
Gear 
Tiger 6203
GL MAX-P / GL MAX-C / GL MAX NEO / GL PRO-P / GL PRO-C / GL PRO-NEO / 6203
CG100 / CG110 / CG125 / 6203
CB 100 / CB125/ 6203
GL100 / GL125 / GL100 (CDI) Gear 6203
C902 / BENLY 6205
SUPRA / SUPRA-X / NOVA / SONIC / PRIMA / GRAND / LEGENDA 6203
C70 / C700 / C800 / A800 / ASTEA WIN 6203


Camshaft
-      
-          Revo 6904/6001Z
-          JupiterZ 110 6003 / 6002Z
-          Zupiter Z 115  6003 / 6002Z
-          Nuvo / Mio 6904/6002
-          MX / 6906 / 6001Z
-
KODE BEARING RODA DEPAN

MOTOR BEBEK
6301 Generasi Astrea Grand, Supra X, dan Legenda, Suzuki Satria CW 120 dan Satria F-150)
6201 Supra Fit sampai Karisma 125)
6300 Dipakai di satu sisi generasi Suzuki Tornado, Shogun 110-125, Satria 120R dan S, Smash, Generasi Yamaha F1-Z, JupiterZ Jupiter MX 135LC, Vega, Kawasaki Kaze, Blitz, dan ZX130
6200 Dipakai di satu sisi generasi Suzuki Tornado, Shogun 110- 125, Satria 120S dan 120R

MATIC
6201 Honda Vario
6300 Suzuki Spin, Yamaha Mio, Nouvo

MOTOR SPORT
6301-RS1 Honda GL Max, GL100, GL-Pro, GL Pro Neo Tech, Mega Pro, GL Max Neo Tech, NSR150, Tiger 2000, Honda Win, Suzuki Thunder 125
6301-2RS1 Honda Tiger C/W
6301-Z Yamaha YT115
6300-Z Suzuki A100
6300-RS1 Suzuki RGR150
6201-RS1 Suzuki TS125 (sebelah kiri)
6201-Z Suzuki TS125 (sebelah kanan)
6302-Z Suzuki Thunder 250
6202 Yamaha RX-King, RX-Z, RZ-R, Kawasaki Ninja, Ninja R C/W,
6202-Z Yamaha RX-S

BEARING RODA BELAKANG

BEBEK
6201-RS1 Honda Supra Fit, Karisma, Kirana, Supra X 125
6201 (sebelah kiri dalam) Suzuki Bravo, Shogun 110, Shogun 125, Satria R, Smash (full chain case), Tornado, Satria F-150
6201-Z (bagian kiri luar) Suzuki Bravo, Shogun 110, Shogun 125, Satria R, Smash, Tornado GS, Satria F-150, Kawasaki ZX130
6300-Z (bagian kiri luar), Tornado GX
6301-Z (bagian kanan), Suzuki Bravo, Shogun 110, Shogun 125, Satria R, Smash, Tornado GS atau GX, Satria F-150, Kawasaki ZX130
6301-RS1 Honda Supra Fit, Astrea Grand, Astrea Star, Karisma, Kirana, Legenda, Supra, Supra X, Supra X 125, Yamaha F1-Z atau ZR, Sigma, Crypton, Vega, Jupiter-Z, Jupiter MX 135 LC
6301-Z Yamaha F1-Z atau ZR, Sigma, Crypton, Vega, Jupiter-Z, Jupiter MX 135
6202-Z Generasi Kaze dan Blitz
6302-Z Generasi Kaze dan Blitz

MOTOR SPORT
6302-RS1/MT Honda GL-Max dan GL- Max Neo Tech, GL100, GL-Pro dan Pro Neo Tech, Mega Pro
6202-RS1/MT Honda GL-Max dan GL-Max Neo Tech GL-Pro dan Pro Neo Tech
6203-RS1/MT Honda NSR150 dan Tiger 2000, Yamaha RX-125,
6301-RS1/MT Honda Win, Yamaha RX-King
6201-Z/C3MT (kiri) Suzuki A100 6202-Z/C3MT (kiri) RGR150, TS1256202-RS1/C3MT (kiri) Suzuki Thunder 2506302-Z/C3MT (kiri-kanan) Thunder 1256301-Z/C3MT (kanan) Suzuki A1006302-RS1/C3MT (kanan) RGR150, TS125, Thunder 2506202-RS1/MT Yamaha Scorpio6202/MT Yamaha YT115, RX-King, RX-Z, RZ-R
6202-Z/MT Yamaha YT115, RX-Z, RZ-R
6202/C3MT Kawasaki Ninja, Ninja R/CW
6302-Z/MT Kawasaki Ninja, Ninja R/CW

Keterangan :
1. RS = Rubber seal (bearing ditutup sil atau karet)
2. Z = Bearing ditutup pelat
3.2RS  = Double rubber seal ( tertutup depan belakang karet )
4.2Z.= Double pelat ( tertutup depan belakang dengan seng )
5.C = Clearnce Ball Bearing  (kerenggan antara bola bering dan Bantalan bering) semakin besar angka di belakang C maka semakin besar tingkat kerenggangannya contoh C3,C4,C5
6.MT (Medium Temprature) = Menunjukan Tempratur

Umumnya pada bering mesin balap memiliki kerenggangan yang cukup besar seperti C5 ...agar ball bering pada saat memuai tidak / macet....di karenakan mesin balap selalu bekerja pada rpm dan temperatur yang tinggi..... untuk mendukung performa bering tersebut agar lebih maksimal penggunaan oli harus di sesuaikan dengan kebutuhan....

Jika kawan-kawan ada yang mengetehui jenis kode beringn lainya...agar bermanfaat bagi kawan-kawan lainya ... silahkan tambahkan pada kolom komen Blog....semoga bermanfaat terima kasih

Intip Daleman Mesin Takegawa Desmo




 Head Engine DESMO TAKEGAWA

Teknologi  Desmodromic yang sudah cukup lama di kembangkan dari tahun 1914 pada mesin mobil dan 1956 pada mesin Ducatti hingga saat ini….Sistem desmodromic ini dirancang untuk mengatasi masalah yang selama ini menjadi kendala pada konstruksi katup/klep konvensional yang selama ini bagi sebagian kalangan masi memiliki kekurangan , desmodromic  dirancang  untuk meningkatkan RPM…. gaya pegas yang lebih tinggi pada system konvensional  diperlukan untuk mencegah katup mengambang, yang menyebabkan peningkatan tarik cam dan tingkat keausan yang lebih tinggi pada permukaan logam…Namun masalah tersebut dapat ditangani oleh desmodromic
seperti yang pernah santer beberapa tahun yang lalu pada moto GP Teknologi  Desmodromic  terus di kembangkan dan  di aplikasikan pada motor Ducatti  dan terbukti pada pengembangannya menjadi pemrbincangan yang ramai dikalangan Penggila kecepatan karna terbukti tokcer  sehingga menjadi salah satu bagian keberhasilan menghantarkan Stoner menjadi Juara dunia Moto GP pada TH 2007….tapi kalo ngomongin  Teknologi  Desmodromic pada moto GP terlalu Hitech  rasanya kebanting  untuk kita bahasa dan aplikasikan untuk motor Bebek tau sendiri sob…konstruksi dan materialnya Buweda banget…..


Teknologi Desmo di moto GP Ducatti

Namun Seiring Perkembangan teknologi..motor-motor ber cc kecil pun ga mau ketinggalan kawan…
So pasti udah pada kenal Takegawa Manufacturing asal Jepang yang mengembangkan teknologi mesin-mesin ber CC kecil seperti mesin di bawah ini dimana basic kontruksi di ambil dari mesin Honda C series….Mesin Honda C seris banyak berkeliaran di Indonesia yang pada nempel di motor Honda Grand,Honda70,90 sampai Terakhir  generasi Supra x/fit…Takegawa ini getol banget mengembangkan teknologi mesin C series hingga membuat beberapa spek yang berbeda-beda namun untuk kali ini kita coba bahas yang teknologi Desmonya kawan 
 
Mesin TakeGawa desmo Secara utuh

Namun jangan salah kawan di Indonesia pernah juga beberapa mekanik handal pernah membuatnya dengan cara memodif system katup sebelumnya menjadi Desmo contoh gambar berikut ini buatan Om Bobeng salah satu mekanik road race asal Purwokerto dan juga Om Londo salah satu mekanik handal Asal Jogja

Head Jupiter Yang di Modif Menjadi Sistem Desmo Oleh Om Bobeng



Hasil Modifikasi Komponen Perklep , roker arem dan Cam

Namun karna sudah pernah di bahas oleh Motor Plus jadi saya coba bahas yang hasil Manufacturing buatan Takegawa  Desmo DOHC  di mana tingkat keakurasian proses pembuatannya lebih rapih dan konstruktif Bukan bermaksud merendahkan buatan mekanik Indonesia lo…karna dari segi pererspektif jelas berbeda kalo Mekanik Indonesia melalui proses modif komponen yang sudah ada  kalo buatan jepang Melalui Proses Manufacturing/Pabrikan Devlop…nih coba tengok dalemanya kawan

Roker arm Desmo Takegawa



 Cam dengan 4 Bubungan

Posisi Cam Saat Terpasang pada Head Silinder

Beda kan bro Konstruksinya hasil Modif sama Manufacturing itu sebabnya takegawa membandrol paket desmo ini dengan harga 5999.99 Euro (sumber Motorkit.com)....Silahkan konfersi sendiri ke rupiah berapa duit jangan kaget ya...hehehe
Mau liat secara lengkap daleman lain simak gambar berikut ….AWAS NGILER…hehehe

Komponen Takegawa Desmo Secara Keseluruhan
Secara simplenya cara kerja Klep desmo adalah : Buka tutup klep di gerakan seluruhnya oleh 4 bubungan pada kem secara kompak/Harmoni dengan perantara roker arem naik turun tanpa menggunakan perklep bertekanan keras...sehingga memungkinkan Laju RPM menjadi Lebih tinggi ...